Selasa, 29 November 2011

FASAKH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pernikahan merupakan suatu tujuan awal untuk membangun rumah tangga. Setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang telah digariskan agama.
Setiap suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi satu sama lain, agar tidak terjadinya kehancuran dalam rumah tangga. Perkara hak dan kewajiban ini, sungguh banyak menimbulkan masalah ditengah-tengah rumah tangga, antara lain disebabkan:
a.       Suami tidak sanggup memberi nafkah lahir kepada istrinya, dalam pembelanjaan untuk kehidupan sehari-hari. Ada istri yang tidak pengertian dan tidak tabah menghadapinya yang akhirnya menimbulkan pertengkaran.
b.      Suami mempunyai suatu penyakit yang tidak sanggup bergaul dengan istrinya secara normal, suami itu impoten. Dalam hal ini istri tidak senang dengan keadaan suaminya seperti itu.
Kedua masalah ini merupakan sebagian kewajiban suami zhahir dan bathin yang tidak sanggup diberikan kepada istrinya. Peristiwa-peristiwa ini menimbulkan pengaduan-pengaduan istri kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan perkaranya. Tegasnya tidak jarang pula yang meminta supaya perkawinannya diputuskan lewat jalan fasakh
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian fasakh ?
2.      Bagaimana Sebab-sebab terjadinya fasakh?
3.      Bagaimana Pelaksanaan fasakh ?
4.      Bagaimana Akibat Hukum fasakh?
5.      Bagaimana Hikmah fasakh ?
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Fasakh
Fasakh artinya putus atau batal. Yang dimaksud memfasakh akad nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan hubungan antara suami dan istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungannya perkawinan.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia fasakh adalah Hak pembatalan ikatan pernikahan oleh pengadilan agama berdasarkan dakwaan (tuntutan) istri atau suami yg dapat dibenarkan oleh pengadilan agama, atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.
Dalam pengertian lain Fasakh berarti mencabut atau menghapus. Maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan suami istri dalam mencapai tujuannya. Dalam pokok dari hukum fasakh adalah seorang atau kedua suami istri merasa dirugikan oleh pihak yang lain dalam perkawinannya karena ia tidak memperoleh hak-hak yang ditentukan oleh syara’.
Dari tinjauan syari’at dan hikmahnya dapatlah kita cabut bahwa fasakh itu adalAh peluang atau jalan dan kesempatan bagi istri untuk memperoleh perceraian dari suaminya dengan jalan hukum. Dengan jalan demikian istri itu dapat memperoleh kebebasan untuk merubah penghidupannya dan memikirkan penderitaannya sendiri. Jadi fasakh itu bagi kaum wanita boleh dianggap sebagai imbalan yang ada ditangan laki-laki. Dan dengan demikian barulah syari’at islam benar-benar menciptakan keadilan dan persamaan.
Fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhi syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungan perkawinan.
1.      Fasakh karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi ketika akad nikah
a.       Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri merupakan saudara sepupu atau saudara sesusuan pihak suami.
b.      Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayahnya. Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baligh.[2]
2.       Fasakh yang datang setelah akad
a.       Bila salah seorang suami istri murtad dan tidak mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karna kemurtadan yang terjadi belakangan.
b.      Jika suami yang tadinya masuk islam, tetapi istri masih tetap dalam kekafiran yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal (fasakh). Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya dipandang sah.
B. Sebab–sebab Terjadinya Fasakh
Dalam hal ini dapat diuraikan alasan-alasan yang dapat diajukan salah satu pihak suami maupun istri dalam menuntut fasakh kepada hakim. Diantaranya yang dapat menyebabkan terjadinya fasakh terhadap suami maupun istri yaitu:
1. Cacad atau penyakit
Yang di maksud dengan cacad ialah cacad jasmani dan cacad rohani yang tidak dapat dihilangkan atau dapat dihilangkan tapi dalam waktu yang lama. Macam-macam penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya fasakh dintaranya:
Ø  Karena ada balak (belang kulit)
Ø   Karena gila
Ø  Karena penyakit kusta
Ø   Karena adanya penyakit menular (AIDS, SARS, Sipilis, TBC, dll)
Ø  Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh)
Ø  Karena ’Anah (Zakar laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’).

Istri mempunyai hak pilihan karena suaminya cacad atau berpenyakit ini adalah berdasarkan kepada:
a.       karena cacad atau penyakit suami itu mengakibatkan si istri terhalang untuk mendapatkan haknya (bersetubuh)
b.      karena suami yang cacad atau berpenyakit itu berarti menganiaya dan mengakibatkan penderitaan atau menimbulkan kemudhorotan pada diri istri.
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang menjadikan cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, Imam Ibnu Hazm berpendapat tidak membolehkan cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, sedang kebanyakan ahli fikih membolehkan untuk menjadikan cacad sebagai alasan untuk bercerai, tetapi mereka berbeda pendapat tentang macam-macam cacad yang dapat dijadikan alasan itu.
Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab menetapkan empat macam penyakit yang dapat dijadikan alasan untuk memfasakh perkawinan, yaitu lemah syahwat, gila, penyakit menular dan penyakit sopak. Demikian pula halnya Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Maliki menyebutkan pula beberapa macam cacad itu yang dapat dijadikan alasan untuk fasakh.
2. Suami tidak sanggup memberi nafkah
Pernikahan antara sumi dan istri menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Diantara kewajiban itu termasuk kewajiban suami memberi nafkah terhadap istrinya. Suami yang berkewajiban memberi nafkah itu adakalanya dia seorang yang mampu dan adakalanya dia seorang yang tidak mampu.
Dalam hal ini sudah nyata suami tidak menunaikan sebagian kewajibannya terhadap istrinya, pada waktu istri tidak rela dan tidak sabar menghadapinya, maka pihak istri boleh mengajukan gugatan untuk minta fasakh terhadap suaminya kepengadilan.
3.      Suami melakukan kekejaman
Apabila terjadi suami melakukan kekejaman atau penganiayaan kepada istrinya, sudah jelas bahwa tujuan perkawinan mereka tidak tercapai, dan rumah tangganya tidak akan aman sehingga hilanglah rasa kasih mengasihi, hormat-menghormati, seperti yang dianjurkan Allah SWT. Dalam arti kata mereka tidak sanggup menegakan hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan kehidupan suami istri.

4.      Suami meninggalkan tempat kediaman bersama
Apabila suami pergi dari tempat kediaman bersama, tidak diketahui kemana perginya, dan tidak diketahui hidup atau matinya, dalam hal ini istri boleh mengadukan halnya kepada hakim. Ini diatur dalam peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf B yaitu: Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang shah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
Undang-undang ini tidak menjelaskan bagaimana kalau suami meninggalkan belanja untuk istrinya, yang dijelaskan asal si suami meninggalkan istrinya tanpa izin dan tanpa alasan yang shah atau karna hal lain diluar kemampuannya. Si istri sudah berhak minta cerai, dan salah satu perceraian adalah bentuk fasakh.
5.      Suami dihukum penjara
Diantara hak yang iberikan kepada istri untuk diminta cerai adalah apabila suami menjalani hukum penjara. Dalam hal ini peraturan pemerintah republik Indonesia No. 9 tahun 1975 pasal 19 huruf C berbunyi: salah satu pihak mendapat dukungan yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Pasal ini menerangkan bahwa hukuman penjara dapat dijadikan alasan untuk meminta cerai.
Suami dihukum penjara dapat dijadikan alasan untuk minta fasakh ini, sebagian ulama mengemukakan alasannya: menurut malik dan ahmad menceraikan (pernikahan) karna suami dihukum penjara adalah sebab suami dihukum itu menimbulkan penderitaan bagi istri, karna terpisahnya antara suami dan istri.
B.     Pelaksanaan Fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung, saudara susuan, dan sebagainya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaannya adalah:
1.  Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim telah pula memaksa dia untuk itu. Dalam hal ini hendaklah diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi nikah di pengadilan agama supaya yang berwenang dapat menyelesaikannya sebagaimana mestinya, sebagaimana dijelaskan dalam suatu riwayat berikut:
عن عمر رضي الله عنه انه كتب الي امراء الاجناد في رجال غابوا عن النساءهم ان ياخذوهم بان ينفقوا او يطلقوا فان طلقوا بعثوا بنفقة ما حسبوا ﴿ رواه الشافعي والبيحقي﴾    
Dari Umar R.A. bahwa ia pernah mengirim surat kepada pembesar-pembesar tentara tentang laki-laki yang telah jauh dari istri-istri mereka supaya pemimpin-pemimpin itu menangkap mereka, agar mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya. Jika mereka telah menceraikannya hendaklah mereka kirim semua nafkah yang telah mereka tahan.
2. Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan si suami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya. Atau dia sendiri yang memfasakhkan di muka hakim setelah diizinkan olehnya. Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلي الله عليه وسلم في الرجل لا يجد ما ينفق علي امراته يفرق بينهما ﴿رواه الدارقطني والبيهقي﴾
Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw. Bersabda tentang laki-laki yang tidak memperoleh apa yang akan dinafkahkannya kepada istrinya, bolehlah keduanya bercerai. (HR. Darul Quthni dan Baihaqi ).
Di Indonesia, masalah pembatalan perkawinan diatur dalam kompilasi hukum islam (KHI) sebagai berikut:
Ø  Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pernikahan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
Ø  Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pada waktu berlangsungnya pernikahan penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.
Ø  Apabila ancaman telah berhenti, atau bersalah sanka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu enam bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isti, dan tidak mengajukan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan maka haknya gugur.[3]
Adapun yang mengajukan permohonan pembatalan pernikahan adalah:
Ø  Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari suami atau istri.
Ø  Suami atau istri.
Ø  Pejabat yang berwewenang mengawasi pelaksanaan pernikahan menurut undang-undang.
Ø  Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat pernikahan menurut hukum islam dan perundang-undangan.
Selanjutnya dalam kompilasi hukum islam juga dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
Ø  Permohonan pembatalan pernikahan dapat diajukan kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau istri atau tempat pernikahan dilangsungkan.
Ø  Batalnya suatu pernikahan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya pernikahan.[4]
D. Akibat Hukum Fasakh
Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan olehkan oleh talaq. Sebab talaq ada talaq ba’in dan talaq raj’i. Talaq raj’i tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika sedang talaq ba’in mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi, maka ia mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu.
Selain itu, pisahnya suami istri yang diakibatkan talaq dapat mengurangi bilangan talaq itu sendiri. Jika suami menalaq istrinya dengan talaq raj’i, kemudian kembali pada masa iddahnya atau akad lagi setelah habis masa iddahnya dengan akad baru, maka perbuatannya terhitung satu talaq, yang ia masih ada dua kali kesempatan dua talaq lagi. Sedangkan pisahnya suami istri karena fasakh, hal ini tidak berarti mengurangi bilangan talaq, meskipun terjadinya fasakh karena khiyar baligh, kemudian kedua suami istri tersebut menikah dengan akad baru lagi, maka suami tetap mempunyai kesempatan tiga kali talaq.
Ahli fiqh golongan Hanafi membuat rumusan umum untuk membedakan pengertian pisahnya suami istri. Sebab talaq dan sebab fasakh mereka berkata karena, ”Pisahnya suami istri karena suami, dan sama sekali tidak ada pengaruh istri disebut talaq”. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan karena suami, atau karena suami tetap dengan pengaruh dari istri disebut fasakh.
Mengenai masalah fasakh, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Imam Syafi’i berkata ” harus menungu selama tiga hari ”. Sedang Imam Maliki mengatakan, ”harus menunggu selama satu bulan”. Dan Imam Hambali mengatakan, ”harus menunggu selama satu tahun.
Bunyi lafadz itu umpamanya: Aku fasakhkan nikahnya dari suamimu yang bernama:......bin...... pada hari ini. Kalau fasakh itu dilakukan oleh istri sendiri dimuka hakim, maka ia berkata: ”Aku fasakhkan nikahku dari suamiku yng bernama:.....bin..... pada hari ini.” Kalau suami hendak kembali kepadanya maka harus menikah lagi dengan akad yang baru. Sedang iddahnya sebagai iddah talaq biasa.
E.  Hikmah Fasakh
Ø  Mengelakkan isteri dianiayai dan disiksa oleh suami.
Ø   Menunjukkan keadilan Allah kepada hambanya. Jika suami diberikan talak, isteri diberikan fasakh.
Ø  Memberi peluang isteri berpisah dari suaminya dan memulai hidup baru.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pengertian diatas, Fasakh dapat diartikan batal, putus, dalam suatu ikatan pernikahan antara suami dan istri. Batalnya pernikahan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu dari keduanya, dari suami maupun istri.
Hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya pernikahan, diantaranya yaitu:
Ø  Adanya cacad atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti AIDS, SARS, TBC, Sipilis, gila dll.
Ø  Bila sisuami tidak mampu menafkahi isterinya.
Ø  Bila sisuami di penjara
Ø  Bila sisuami pergi dari rumah selama bertahun-tahun
Ø  Bila sisuami atau isteri berzina
Ø  Bila sisuami tidak mampu melaksanakan kewajibannya dalam bersetubuh (impoten)
Ø  Bila salah seorang dari suami istri masuk Islam
Ø  Bila salah seorang dari suami isteri Murtad (keluar agama Islam)
Apabila terbukti bahwa suami istri terbukti masih saudara kandung, maka pelaksanaan fasakh dapat sebagai berikut:
Ø  Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim telah memaksa untuk hal itu
Ø  Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan sisuami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya
Yang diakibatkan oleh Fasakh itu berbeda dengan yang diakibatkan oleh Talaq . pada fasakh jika ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi , maka ia mengakhiri pernikahan pada saat itu juga. Sedangkan padA Talaq Raj’i tidak mengakhiri ikatan pernikahan pada saat itu. Dan pada Talaq Ba’in mengakhirinya seketika itu juga.
DAFTAR PUSTAKA
Ø  Abidin, Slamet dan Aminuddin. Fiqh Munakahat 2.1999. Pustaka Setia. Bandung.
Ø  Firdaweri. Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan. 1989. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Ø  Ghazaly, Abdur Ranman. Fiqh Munakahat. 2003. Bogr: Kencana
Ø  Muchtar, Kamal. Asas-asas Hukum tentang Perkawinan. 1974 Jakarta: Bulan Bintang.
Ø  Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. 1987. Bandung: Al Ma’arif.
Ø  Thaha, Nashruddin. Pedoman Perkawinan Umat Islam. 1960. Jakarta: Bulan Bintang.
Ø  http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=fasakh
Ø  http://tayibah.com/eIslam/fasakh.html




[1] Slamet Abidin. Fiqih Munakahat 2.(Jakarta:Pustaka Setia. 1999) hal 73
[2]  Slamet Abidin. Fiqih Munakahat 2.(Jakarta:Pustaka Setia. 1999) hal 73

[3] Slamet Abidin. Fiqih Munakahat 2.(Jakarta:Pustaka Setia. 1999) hal 81

[4] Slamet Abidin. Fiqih Munakahat 2.(Jakarta:Pustaka Setia. 1999) hal 81-82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar