BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pernikahan
merupakan suatu tujuan awal untuk membangun rumah tangga. Setiap manusia selalu
menginginkan kebahagiaan dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi
miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa
mematuhi peraturan-peraturan yang telah digariskan agama.
Setiap suami
istri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi satu sama lain, agar
tidak terjadinya kehancuran dalam rumah tangga. Perkara hak dan kewajiban ini,
sungguh banyak menimbulkan masalah ditengah-tengah rumah tangga, antara lain
disebabkan:
a.
Suami tidak sanggup memberi nafkah lahir kepada
istrinya, dalam pembelanjaan untuk kehidupan sehari-hari. Ada istri yang tidak pengertian dan tidak tabah menghadapinya yang akhirnya
menimbulkan pertengkaran.
b.
Suami mempunyai suatu penyakit yang tidak sanggup bergaul dengan istrinya
secara normal, suami itu impoten. Dalam hal ini istri tidak senang dengan
keadaan suaminya seperti itu.
Kedua masalah ini merupakan sebagian kewajiban suami zhahir dan bathin yang
tidak sanggup diberikan kepada istrinya. Peristiwa-peristiwa ini menimbulkan
pengaduan-pengaduan istri kepada pengadilan agama untuk menyelesaikan
perkaranya. Tegasnya tidak jarang pula yang meminta supaya perkawinannya
diputuskan lewat jalan fasakh
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian fasakh ?
2.
Bagaimana Sebab-sebab terjadinya fasakh?
3.
Bagaimana Pelaksanaan fasakh ?
4.
Bagaimana Akibat Hukum fasakh?
5.
Bagaimana Hikmah fasakh ?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Fasakh
Fasakh artinya putus atau batal.
Yang dimaksud memfasakh akad nikah adalah memutuskan atau membatalkan ikatan
hubungan antara suami dan istri. Fasakh bisa terjadi karena tidak
terpenuhinya syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal
lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungannya perkawinan.[1]
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia fasakh adalah Hak pembatalan ikatan pernikahan oleh pengadilan
agama berdasarkan dakwaan (tuntutan) istri atau suami yg dapat dibenarkan oleh
pengadilan agama, atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum
pernikahan.
Dalam pengertian lain Fasakh berarti mencabut atau menghapus.
Maksudnya ialah perceraian yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap
berat oleh keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan kehidupan
suami istri dalam mencapai tujuannya. Dalam pokok dari hukum fasakh
adalah seorang atau kedua suami istri merasa dirugikan oleh pihak yang lain
dalam perkawinannya karena ia tidak memperoleh hak-hak yang ditentukan oleh
syara’.
Dari tinjauan syari’at dan hikmahnya dapatlah kita cabut bahwa fasakh itu
adalAh peluang atau jalan dan kesempatan bagi istri untuk memperoleh perceraian
dari suaminya dengan jalan hukum. Dengan jalan demikian istri itu dapat
memperoleh kebebasan untuk merubah penghidupannya dan memikirkan penderitaannya
sendiri. Jadi fasakh itu bagi kaum wanita boleh dianggap sebagai imbalan yang
ada ditangan laki-laki. Dan dengan demikian barulah syari’at islam benar-benar
menciptakan keadilan dan persamaan.
Fasakh bisa terjadi karena tidak
terpenuhi syarat-syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal-hal lain
yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungan perkawinan.
1.
Fasakh karena syarat-syarat yang
tidak terpenuhi ketika akad nikah
a.
Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istri merupakan saudara sepupu
atau saudara sesusuan pihak suami.
b.
Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayahnya.
Kemudian setelah dewasa ia berhak meneruskan ikatan perkawinannya dahulu atau
mengakhirinya. Khiyar ini dinamakan khiyar baligh. Jika yang dipilih mengakhiri
ikatan suami istri, maka hal ini disebut fasakh baligh.[2]
2.
Fasakh
yang datang setelah akad
a.
Bila salah seorang suami istri murtad dan tidak
mau kembali sama sekali, maka akadnya batal (fasakh) karna kemurtadan
yang terjadi belakangan.
b.
Jika suami yang tadinya masuk islam, tetapi
istri masih tetap dalam kekafiran yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya
batal (fasakh). Lain halnya kalau istri orang ahli kitab, maka akadnya
tetap sah seperti semula. Sebab perkawinannya dengan ahli kitab dari semulanya
dipandang sah.
B. Sebab–sebab
Terjadinya Fasakh
Dalam hal ini
dapat diuraikan alasan-alasan yang dapat diajukan salah satu pihak suami maupun
istri dalam menuntut fasakh kepada hakim. Diantaranya yang dapat
menyebabkan terjadinya fasakh terhadap suami maupun istri yaitu:
1. Cacad atau
penyakit
Yang di maksud
dengan cacad ialah cacad jasmani dan cacad rohani yang tidak dapat dihilangkan
atau dapat dihilangkan tapi dalam waktu yang lama. Macam-macam penyakit yang
dapat menyebabkan terjadinya fasakh dintaranya:
Ø Karena ada balak (belang
kulit)
Ø Karena gila
Ø Karena penyakit kusta
Ø Karena adanya penyakit menular (AIDS, SARS,
Sipilis, TBC, dll)
Ø Karena ada daging tumbuh
pada kemaluan perempuan yang menghambat maksud perkawinan (bersetubuh)
Ø Karena ’Anah (Zakar
laki-laki impoten, tidak hidup untuk jima’).
Istri mempunyai hak
pilihan karena suaminya cacad atau berpenyakit ini adalah berdasarkan kepada:
a.
karena cacad atau penyakit suami itu mengakibatkan si istri terhalang untuk
mendapatkan haknya (bersetubuh)
b.
karena suami yang cacad atau berpenyakit itu berarti menganiaya dan
mengakibatkan penderitaan atau menimbulkan kemudhorotan pada diri istri.
Para ahli fikih berbeda pendapat tentang menjadikan cacad sebagai alasan
untuk memfasakh perkawinan, Imam Ibnu Hazm berpendapat tidak membolehkan
cacad sebagai alasan untuk memfasakh perkawinan, sedang kebanyakan ahli fikih
membolehkan untuk menjadikan cacad sebagai alasan untuk bercerai, tetapi mereka
berbeda pendapat tentang macam-macam cacad yang dapat dijadikan alasan itu.
Sahabat Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab menetapkan
empat macam penyakit yang dapat dijadikan alasan untuk memfasakh perkawinan,
yaitu lemah syahwat, gila, penyakit menular dan penyakit sopak. Demikian pula
halnya Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Maliki menyebutkan pula
beberapa macam cacad itu yang dapat dijadikan alasan untuk fasakh.
2. Suami tidak
sanggup memberi nafkah
Pernikahan
antara sumi dan istri menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pihak
yang satu terhadap pihak yang lain. Diantara kewajiban itu termasuk kewajiban
suami memberi nafkah terhadap istrinya. Suami yang berkewajiban memberi nafkah
itu adakalanya dia seorang yang mampu dan adakalanya dia seorang yang tidak
mampu.
Dalam hal ini
sudah nyata suami tidak menunaikan sebagian kewajibannya terhadap istrinya,
pada waktu istri tidak rela dan tidak sabar menghadapinya, maka pihak istri
boleh mengajukan gugatan untuk minta fasakh terhadap suaminya
kepengadilan.
3.
Suami melakukan kekejaman
Apabila terjadi
suami melakukan kekejaman atau penganiayaan kepada istrinya, sudah jelas bahwa
tujuan perkawinan mereka tidak tercapai, dan rumah tangganya tidak akan aman
sehingga hilanglah rasa kasih mengasihi, hormat-menghormati, seperti yang
dianjurkan Allah SWT. Dalam arti kata mereka tidak sanggup menegakan
hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan kehidupan suami istri.
4.
Suami meninggalkan tempat kediaman bersama
Apabila suami pergi dari tempat kediaman bersama, tidak diketahui kemana
perginya, dan tidak diketahui hidup atau matinya, dalam hal ini istri boleh
mengadukan halnya kepada hakim. Ini diatur dalam peraturan pemerintah No. 9
tahun 1975 pasal 19 huruf B yaitu: Salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
shah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
Undang-undang ini tidak menjelaskan bagaimana kalau suami meninggalkan
belanja untuk istrinya, yang dijelaskan asal si suami meninggalkan istrinya
tanpa izin dan tanpa alasan yang shah atau karna hal lain diluar kemampuannya. Si istri sudah
berhak minta cerai, dan salah satu perceraian adalah bentuk fasakh.
5.
Suami dihukum penjara
Diantara hak
yang iberikan kepada istri untuk diminta cerai adalah apabila suami menjalani
hukum penjara. Dalam hal ini peraturan pemerintah republik Indonesia No. 9
tahun 1975 pasal 19 huruf C berbunyi: salah satu pihak mendapat dukungan yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Pasal ini menerangkan bahwa hukuman
penjara dapat dijadikan alasan untuk meminta cerai.
Suami dihukum
penjara dapat dijadikan alasan untuk minta fasakh ini, sebagian ulama
mengemukakan alasannya: menurut malik dan ahmad menceraikan (pernikahan) karna
suami dihukum penjara adalah sebab suami dihukum itu menimbulkan penderitaan
bagi istri, karna terpisahnya antara suami dan istri.
B.
Pelaksanaan
Fasakh
Apabila
terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan dibenarkan
syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan
pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung, saudara
susuan, dan sebagainya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti
berikut, maka pelaksanaannya adalah:
1. Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena
kemiskinannya sedang hakim telah pula memaksa dia untuk itu. Dalam hal ini
hendaklah diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti qadhi
nikah di pengadilan agama supaya yang berwenang dapat menyelesaikannya
sebagaimana mestinya, sebagaimana dijelaskan dalam suatu riwayat berikut:
عن عمر رضي الله عنه انه كتب الي امراء الاجناد
في رجال غابوا عن النساءهم ان ياخذوهم بان ينفقوا او يطلقوا فان طلقوا بعثوا بنفقة
ما حسبوا
﴿ رواه الشافعي والبيحقي﴾
Dari Umar R.A.
bahwa ia pernah mengirim surat kepada pembesar-pembesar tentara tentang
laki-laki yang telah jauh dari istri-istri mereka supaya pemimpin-pemimpin itu
menangkap mereka, agar mereka mengirimkan nafkah atau menceraikan istrinya.
Jika mereka telah menceraikannya hendaklah mereka kirim semua nafkah yang telah
mereka tahan.
2.
Setelah hakim memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai
dari istri itu mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan si suami
tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya. Atau
dia sendiri yang memfasakhkan di muka hakim setelah diizinkan olehnya.
Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلي
الله عليه وسلم في الرجل لا يجد ما ينفق علي امراته يفرق بينهما ﴿رواه الدارقطني
والبيهقي﴾
Dari Abu
Hurairah ra. Rasulullah Saw. Bersabda tentang laki-laki yang tidak memperoleh
apa yang akan dinafkahkannya kepada istrinya, bolehlah keduanya
bercerai. (HR. Darul Quthni dan Baihaqi ).
Di Indonesia,
masalah pembatalan perkawinan diatur dalam kompilasi hukum islam (KHI) sebagai
berikut:
Ø Seorang suami
dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pernikahan
dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
Ø Seorang suami
dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan pernikahan apabila pada waktu
berlangsungnya pernikahan penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau
istri.
Ø Apabila ancaman
telah berhenti, atau bersalah sanka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka
waktu enam bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isti, dan tidak
mengajukan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan maka haknya gugur.[3]
Adapun yang mengajukan permohonan pembatalan pernikahan adalah:
Ø Para keluarga dalam garis
keturunan lurus keatas dan kebawah dari suami atau istri.
Ø Suami atau istri.
Ø Pejabat yang berwewenang
mengawasi pelaksanaan pernikahan menurut undang-undang.
Ø Para pihak yang
berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat pernikahan
menurut hukum islam dan perundang-undangan.
Selanjutnya dalam kompilasi hukum islam juga dijelaskan hal-hal sebagai
berikut:
Ø Permohonan pembatalan
pernikahan dapat diajukan kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat
tinggal suami atau istri atau tempat pernikahan dilangsungkan.
Ø Batalnya suatu pernikahan
dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum yang tetap
dan berlaku sejak saat berlangsungnya pernikahan.[4]
D. Akibat Hukum Fasakh
Pisahnya suami istri akibat fasakh berbeda dengan yang diakibatkan
olehkan oleh talaq. Sebab talaq ada talaq ba’in dan talaq raj’i. Talaq raj’i
tidak mengakhiri ikatan suami istri dengan seketika sedang talaq ba’in
mengakhirinya seketika itu juga. Adapun fasakh, baik karena hal-hal yang
datang belakangan ataupun karena adanya syarat-syarat yang tidak terpenuhi,
maka ia mengakhiri ikatan pernikahan seketika itu.
Selain itu, pisahnya suami istri yang diakibatkan talaq dapat mengurangi
bilangan talaq itu sendiri. Jika suami menalaq istrinya dengan talaq raj’i,
kemudian kembali pada masa iddahnya atau akad lagi setelah habis masa iddahnya
dengan akad baru, maka perbuatannya terhitung satu talaq, yang ia masih ada dua
kali kesempatan dua talaq lagi. Sedangkan pisahnya suami istri karena fasakh,
hal ini tidak berarti mengurangi bilangan talaq, meskipun terjadinya fasakh
karena khiyar baligh, kemudian kedua suami istri tersebut menikah dengan akad
baru lagi, maka suami tetap mempunyai kesempatan tiga kali talaq.
Ahli fiqh golongan Hanafi membuat rumusan umum untuk membedakan pengertian
pisahnya suami istri. Sebab talaq dan sebab fasakh mereka berkata
karena, ”Pisahnya suami istri karena suami, dan sama sekali tidak ada pengaruh
istri disebut talaq”. Dan setiap perpisahan suami istri karena istri, bukan
karena suami, atau karena suami tetap dengan pengaruh dari istri disebut
fasakh.
Mengenai masalah fasakh, terdapat perbedaan pendapat dikalangan
ulama. Imam Syafi’i berkata ” harus menungu selama tiga hari ”. Sedang
Imam Maliki mengatakan, ”harus menunggu selama satu bulan”. Dan Imam
Hambali mengatakan, ”harus menunggu selama satu tahun.
Bunyi lafadz itu umpamanya: Aku fasakhkan nikahnya dari suamimu yang
bernama:......bin...... pada hari ini. Kalau fasakh itu dilakukan oleh
istri sendiri dimuka hakim, maka ia berkata: ”Aku fasakhkan nikahku dari
suamiku yng bernama:.....bin..... pada hari ini.” Kalau suami hendak
kembali kepadanya maka harus menikah lagi dengan akad yang baru. Sedang
iddahnya sebagai iddah talaq biasa.
E. Hikmah Fasakh
Ø
Mengelakkan isteri dianiayai dan disiksa oleh suami.
Ø
Menunjukkan keadilan Allah kepada
hambanya. Jika suami diberikan talak, isteri diberikan fasakh.
Ø
Memberi peluang isteri berpisah dari suaminya dan memulai hidup baru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari berbagai pengertian diatas, Fasakh dapat diartikan
batal, putus, dalam suatu ikatan pernikahan antara suami dan istri. Batalnya
pernikahan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu dari keduanya, dari suami
maupun istri.
Hal-hal yang dapat menyebabkan batalnya pernikahan, diantaranya yaitu:
Ø Adanya cacad atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan, seperti AIDS, SARS, TBC, Sipilis, gila dll.
Ø Bila sisuami tidak mampu
menafkahi isterinya.
Ø Bila sisuami di penjara
Ø Bila sisuami pergi dari
rumah selama bertahun-tahun
Ø Bila sisuami atau isteri berzina
Ø Bila sisuami tidak mampu
melaksanakan kewajibannya dalam bersetubuh (impoten)
Ø Bila salah seorang dari
suami istri masuk Islam
Ø Bila salah seorang dari
suami isteri Murtad (keluar agama Islam)
Apabila terbukti bahwa suami istri terbukti masih saudara kandung, maka
pelaksanaan fasakh dapat sebagai berikut:
Ø Jika suami tidak memberi
nafkah bukan karena kemiskinannya sedang hakim telah memaksa untuk hal itu
Ø Setelah hakim
memberi janji kepada suami sekurang-kurangnya tiga hari mulai dari istri itu
mengadu. Jika masa perjanjian itu telah habis, sedangkan sisuami tidak juga
dapat menyelesaikannya, barulah si hakim memfasakhkan nikahnya
Yang diakibatkan oleh Fasakh itu berbeda dengan yang diakibatkan oleh Talaq
. pada fasakh jika ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi , maka ia mengakhiri
pernikahan pada saat itu juga. Sedangkan padA Talaq Raj’i tidak mengakhiri
ikatan pernikahan pada saat itu. Dan pada Talaq Ba’in mengakhirinya seketika
itu juga.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Abidin, Slamet dan
Aminuddin. Fiqh Munakahat 2.1999. Pustaka Setia. Bandung.
Ø Firdaweri. Hukum Islam
tentang Fasakh Perkawinan. 1989. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya.
Ø Ghazaly, Abdur Ranman. Fiqh
Munakahat. 2003. Bogr: Kencana
Ø Muchtar, Kamal. Asas-asas
Hukum tentang Perkawinan. 1974 Jakarta: Bulan Bintang.
Ø Sabiq, Sayyid. Fiqih
Sunnah. 1987. Bandung: Al Ma’arif.
Ø Thaha,
Nashruddin. Pedoman Perkawinan Umat Islam. 1960. Jakarta: Bulan Bintang.
Ø http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=fasakh
Ø http://tayibah.com/eIslam/fasakh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar